Pages

Sabtu, 04 Februari 2017

Contoh Teks Editorial Terbaru

Hilangnya Pamor Mading di Mata Siswa

Pernyataan Umum :
Mading atau yang lebih dikenal dengan majalah dinding adalah hal yang tidak asing dan sangat familiar di kalangan sekolah, khususnya SMAN 1 Pati. Namun akhir-akhir ini, di kala era sudah maju dan internet menjamur dimana-mana, eksistensi mading sudah mulai ditinggalkan. Antusias warga SMAN 1 Pati terhadap majalah dinding sekolah mulai menurun bahkan cenderung tidak ada.  Padahal mading sendiri adalah salah satu jenis media komunikasi massa tulis yang paling sederhana dan memiliki banyak sekali manfaat. Yaitu banyaknya informasi dan ilmu pengetahuan yang dapat termuat. Penyajiannya yang berwujud tulisan, gambar, atau kombinasi dari keduanya, seharusnya membuat mading sebagai arena diadunya kreatifitas siswa, sekaligus sebagai media komunikasi yang menjanjikan dan menghibur. Namun, mading yang dulunya penuh dikerumuni orang yang ingin tahu, kini hanya menjadi hiasan dinding yang penuh debu dan diabaikan. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab yang sudah menjamur dikalangan warga SMAN 1 Pati, khusunya oleh para siswanya.
Argumentasi :
Letak mading yang jauh menjadi salah satu penyebab menurunnya keinginan para siswa untuk membaca setiap untaian kata dan menyerap informasi yang ada didalamnya. Mereka lebih memilih untuk membaca buku dikelas atau sekedar bergurau bersama siswa yang lainnya ketika waktu istirahat tiba, atau mungkin mereka lebih senang mengunjungi kantin untuk sekedar melepas dahaga setelah penjejalan materi yang begitu melelahkan walaupun keduanya memiliki jarak yang sama jauh. Lebih parahnya lagi mading hanya dijadikan sebagai pajangan penyambut setiap langkah kaki yang melewatinya tetapi enggan untuk berhenti sejenak menikmatinya. Hal ini sangat memprihatinkan. Pasalnya, sebagai sarana informasi dan peningkat minat baca para siswa saat ini mading hanya sebagai hiasan dinding dengan tulisan-tulisan dan gambar sebagai pelengkap.
Dengan prosentase pembaca mading yang sangat sedikit sekali, hal ini juga berpengaruh terhadap pembuatan mading yang tidak maksimal. mereka menganggap bahwa tidak akan ada yang protes atau mengkritisi persoalan mading yang monoton sehingga mading terlihat kurang begitu terurus. Akibatnya semakin banyak siswa yang mulai meninggalkan mading sebagai sarana peningkatan minat baca dan pengembangan kreatifitas. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan maka mading akan menjadi sejarah yang hanya tinggal kenangan.
Problem lain dari mulai ditinggalkannya mading adalah adanya sosial media, atau kebanyakan orang sering disingkat dengan sebutan “sosmed”.  Pada kenyataannya hampir  95 % siswa SMAN 1 Pati kecanduan dengan sosial media ini, hal ini terbukti dari ketergantungan siswa kepada smartphone yang tidak pernah lepas setiap saat. Pergi kemana pun smartphone tidak pernah lepas dari genggaman mereka, bahkan saat jam pembelajaran disaat guru menerangkan, mereka akan memilih lebih asyik dengan smartphone mereka. Banyak yang beralasan bahwa ketidaktertarikan mereka kepada mading karena informasi, tampilan,  dan tulisan yang termuat sangat mebosankan dan kurang menarik. Mereka lebih memilih menjadi pecandu sosmed. Bukan hanya beralasan sebagai ajang pamer atau mencari kesenangan  saja, namun dalam sosmed termuat jutaan informasi baik dalam negeri maupun seluruh dunia, diamana dengan hal  itu akan memperkaya informasi dan ilmu pengetahuan bagi mereka, apalagi di sosmed semua lebih tersusun menarik dan terkesan realistis. Dalam konteks, seharusnya  pihak sekolah harus lebih memikirkan nasib dan kelanjutan mading sekolah, mading bukan hanya digunakan sebagai hiasan tembok belaka, namun seharusnya lebih memiliki manfaat yang lebih berguna bagi siswa. Sekolah harus memberikan berbagai perhatian khusus untuk merawat dan membenahi mading agar lebih menarik ketimbang sosmed. Karena dalam sosmed bukan hanya informasi positif yang termuat, namun ribuan informasi negatif terpampang nyata adanya. Pornografi dan kekerasan adalah beberapa hal yang sering sengaja maupun tidak disengaja oleh siswa untuk dibaca setiap saat. Hal inilah yang akan menjurus kepada perusakan mental dan norma dalam siswa itu sendiri. Dalam hal ini peran mading benar sangat dibutuhkan, karena dalam mading bukan hanya sekedar memuat informasi namun mental dan norma pun dijadikan cemilan bagi siswa nantinya.
Para siswa yang sejatinya memiliki bakat dan hobi menulis tidak dapat mengasah kemampuannya. Sehingga mereka tidak tahu seberapa jauh keahliannya dalam hal menulis. Matinya mading telah memutuskan ladang ekspresi bagi siswa semacam ini. Apalagi tidak adanya ekstrakurikuler jurnalis yang dapat mengampu dan mengasah bakat-bakat menulis pada siswa yang terpendam sekaligus menjadi pengurus harian dari pengisian masing. Sayang sekali apabila ada siswa yang mampu membuat artikel maupun cerita yang menarik namun tidak dapat mempublikasinya karena tidak adanya pengarahan yang baik.
Pernyataan Ulang :
Sejatinya, mading merupakan sentral informasi sekaligus ladang ekspresi bagi siswa di sekolah. Tidak seharusnya mading hanya dibiarkan menjadi papan yang berisi artikel-artikel lama bahkan papan kosong yang terpampang di berbagai tempat di sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar