Larasimantika Elviatur Rukaikah Sang
Pejuang Mimpi Tanpa Lelah
Larasimantika Elviatur Rukaikah lahir di Pati, Jawa Tengah,16
April 1999 dengan nama kecil Ayas. Sebagai salah satu siswa SMAN 1 Pati, ia
telah melakukan berbagai perjuangan dalam meraih impiannya untuk ikut
serta menyumbangkan penghargaan dan trophy kemenangan
untuk sekolah tercintanya yaitu SMAN 1 Pati. Laras adalah gadis yang penuh
semangat dan kesabaran dalam menghadapi segala hal, termasuk jatuh bangun dalam
menghadapi sengitnya perlombaan yang ia ikuti. Ia selalu melakukan introspeksi
terhadap kesalahan yang ia lakukan dan mencoba menerapkan inovasi terhadap
teori atau pembelajaran untuk diterapkan dan ditunjukan dengan gayanya sendiri.
Hal ini dilakukannya saat berbicara dan mempresentasikan suatu materi dalam
semua lomba yang pernah diikutinya, seperti halnya dalam perlombaan Da’i Remaja
dan Karya Ilmiah Remaja.
Ia mengikuti lombanya yang pertama yaitu Lomba Da’i Remajapada
tanggal 10 Maret 2014, tepatnya saat ia duduk di kelas 10. Di awal perjuangan,
Laras benar-benar dihadapkan dengan berbagai hambatan yang cukup berat, yaitu ia
harus menyingkirkan 18 pesaing dalam sekolahnya sendiri, karena sekolah hanya
akan memberikan 5 dari 18 kursi kepercayaan untuk mewakili SMAN 1 Pati dalam perlombaan
tersebut. Laras berusaha mengerjakan, membuat, dan berlatih sekuat tenaga
pada materi yang akan disampaikan. Lelah, bingung, dan frustasi adalah hal-hal
yang sering menghantuinya saat itu. Disamping fokus berlatih, ia harus membagi
waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas yang menumpuk, disisi lain ia juga
harus ikut memikirkan ibunya yang sedang sakit saat itu. Saat seleksi sekolah
dimulai, rasa gerogi, malu, dan minder tidak pernah lepas dari hatinya saat
itu, karena untuk pertama kalinya ia berpidato dan berbicara menggunakan mic
setelah sekian lama tak pernah mencobanya sejak kelas 6 SD saat lomba
sinopsisnya yang terakhir. Tidak berhenti disitu saja, akibat rasa gerogi yang
cukup besar, ditengah penyampaian materi Ia sempat melupakan ayat dan dasar
hukum materinya, hingga salah satu temannya harus membisikan materi tersebut.
Sedih dan menyesal adalah hal yang benar-benar ia rasakan usai penampilannya
saat itu di depan guru agama yang menyeleksinya. Namun Tuhan berkehendak lain,
saat di akhir acara, Bapak Barokah selaku juri menyebutkan namanya di posisi
terakhir dari 5 calon peserta yang akan dilombakan,sungguh benar-benar
keajaiban baginya. Sejak saat itu ia membuat komitmen bahwa ia harus masuk 3
besar nantinya dalam perlombaan, dan sejak saat itu juga ia membuat jadwal
bahwa tidak ada hari dan waktu tanpa berlatih dan mencoba menghilangkan rasa
geroginya.
Usaha dan perjuangannya dalam lomba Da’i tingkat kabupaten itu
akhirnya terhenti tanggal 10 Maret 2014, tepatnya pukul 17.00 WIB. Dari 40 peserta,
ia harus menunggu selama 8 jam untuk tampil. Perlombaan yang dimulai pukul
08.00 pagi dari nomor urut 1, sampai tiba gilirannya pukul 16.15 sore dengan
nomor urut 32. Walaupun sudah berjuang mati-matian, berdoa kepada Tuhan, serta
ikut mengorbankan ulangan dan pelajarannya di sekolah, kehendak Tuhan berkata
lain, Laras kalah dalam perlombaan. Bahakan namanya saja tidak masuk dalam 10
besar peserta yang masuk ke final. Patah hati, kecewa, dan sedih karena kalah
adalah moment terpahit yang ia rasakan saat itu. Ia merasa malu karena ia tidak
dapat menghadiahkan tropy kemenangan pada guru pembimbingnya dan sekolah
tercintanya, SMAN 1 Pati.
Pada tanggal 12 Juni 2014, Laras diberi kepercayaan kembali oleh
SMAN 1 Pati untuk kembali mengikuti lomba Da’i antar sekolah di Kabupaten Pati.
Bersama temannya kategori laki-laki yaitu Satria, mereka berlatih langsung
dibawah bimbingan Bapak Barokah. Namun, pada saat itu, ada hal berbeda yang
dirasakan Laras yaitu pada kesiapan mental dan materi. Setelah berjuang menguras
otak selama seminggu penuh menghadapi Ulangan Tengah Semester 1, tiba-tiba
tanpa pemberitahuan jauh sebelumnya, ia dituntunt harus maju ke perlombaan 2
hari setelah itu. Cemas dan bingung selalu menghantuinya, ia benar-benar tidak
siap untuk menghadapi perlombaan bahkan Ia juga takut jika akan mengecewakan
sekolahnya untuk kedua kalinya dalam perlombaan tersebut.
" Toleransi Antar Umat Beragama" adalah judul dari
materi yang akan ia sampaikan dalam perlombaan. Judul ini didapatkan seketika
saat ia melihat bagaimana tinglah laku antar tetangganya yang sangat fanatik
terhadap suatu agama, sehingga selalu memandang rendah agama atau paham yang
berbeda dengannya. Padahal di sekolah sendiri Laras, memiliki sahabat baik yang
sangat dekat saat itu, dan sahabatnya itu memiliki keimanan berbeda dengan
Laras, dari situlah muncul gagasan dan prinsip bahwa ia harus menyampaikan
materi toleransi antar umat, karena ia beranggapan bahwa semua manusia adalah
sama dan sesama manusia tidak berhak mengadili satu sama lain, apalagi berkaitan
dengan keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan karena hal itu adalah kebebasan yang
harus dimiliki setiap manusia.
Benar jelas dugaan Laras, bahwa ia kembali akan dipermalukan
di depan umum, serta menanggung malu akibat kekalahan yang diperolehnya. Akibat
tidak memiliki kesiapan materi yang matang, pada tanggal 12 Juni 2014 tersebut,
ia mengalami hal yang sama saat seleksi sekolah dulu. Ia melupakan hal
terpenting dari materi, yaitu ayat dan dasar hukum judul yang ia bawakan, "
Toleransi Antar Umat Beragama". Juri dan penonton hening yang antusias
awalnya, berubah menjadi keramaian yang mengabaikan. Tertawa, tersenyum karena
memandang rendah juga ditunjukan oleh para juri. Sungguh saat itu adalah moment
yang lebih pahit dari kekalahan yang sebelumnya. Sakit hati akibat malu, bukan
satu-satunya hal yang membuat sedih Laras pasca perlombaan. Betapa kuatnya ia
harus menahan air mata saat upacara bendera hari Senin di sekolah, nama ketiga
anak pemenang lomba debat agama islam mendapat juara 1 dan maju tingkat
provinsi, tidak lupa dibelakangnya mengikuti nama Satria sebagai pemenang juara
3 tingkat kabupaten lomba Da’i laki-laki, jelas keras diumumkan dalam speaker
dan disambut tepuk tangan meriah para peserta upacara, padahal 4 anak itulah adalah
teman seperjuangan berlatih bersama Laras dan hanya Laras sajalah sendiri yang
pulang dengan tangan kosong.
Setelah dua kali berturut-turut kalah dalam perlombaan, Laras
berusaha tegar dan tak mau mengingatnya. Sejak kekalahannya di kelas 10, ia
berkomitmen bahwa jika ia tidak pernah bisa memenangkan perlombaan, ia harus
bisa menyumbangkan prestasi saat ujian nasional dan SNMPTN nanti. Sejak saat
itu, ia berusaha belajar dan memperbaiki kesalahan di kelas 10 untuk menjadi
lebih baik di kelas 11. Setelah berhasil bangkit dan kembali dalam kesedihan,
laras yang duduk di kelas 11 fokus pada pembelajaran. Namun kehendak Tuhan
berkata lain, tanpa terduga Laras diminta seorang guru yang benama Ibu Ida
untuk mempresentasikan suatu materi dalam lomba Karya Ilmiah Remaja tingkat
Kabupaten. Tidak seperti sebelumnya, saat itu Laras sangat bersemangat dan
lebih percaya diri dari lomba-lomba sebelumnya. Berbekalakan pengalaman dan
mental yang kuat, Laras bersama rekannya Nadia memulai berusaha berlatih untuk
perlombaan yang diselanggarakan tanggal 26 Oktober 2015.
Dalam perlombaan itu, Laras benar-benar bekerja keras dari
sebelumnya,walaupun kerja keras itu tidak semudah membalikan halaman buku.
Laras yang waktu itu baru berangkat kemah 3 hari di Bumi Perkemahan Taman Sardi,
Kudus sebagai panitia kemah untuk kelas 10, tiba-tiba diberi pesan bahwa
secepatnya ia dan Nadia harus melakukan observasi di Sungai Silugonggo, Juwana
untuk bahan presentasi lomba. Bingung dan khawatir sempat menghantuinya saat
itu. Sepulang kemah hari minggu 20 Oktober 2015, pukul 16.00 sore, ia bersama
Nadia langsung berangkat ke Sungai Silugonggo, Juwana. Didalam perjalanan
cobaan benar-benar ingin menyiksanya, karena bukan orang Juwana, jelas Nadia
dan Laras tidak tahu tempat sungai itu berada. Waktu semakin petang, dan laras
tidak bisa menemukan tempat sungai tersebut. Perasaan takut akan air
sungai yang akan pasang, menambah kisruh hatinya saat itu, karena jika sungai
pasang maka sia-sia perjalan jauh mereka.
Setelah susah payah mencari keberadaan sungai, akhirnya ia
berhasil melakukan observasi, namun betapa kagetnya Laras ketika guru
pembimbingnya memarahi hasil observasi yang telah dilakukan, dengan alasan
bahwa, air sungai sudah pasang dan serbuk kelapa yang ditaburkan tidak dapat
menyerap minyak dalam sungai karena telah hanyut. Betapa sedih dan takutnya,
hati Laras saat itu, karena tidak hanya hasil observasi yang mengecawakan, guru
pembimbing juga mengatakan bahwa Laras dan Nadia adalah satu-satunya anak SMAN
1 Pati yang paling buruk dalam perlombaan Karya Ilmiah Remaja ini. Sejak
hujatan keras yang diberikan Bu Ida kepada mereka saat itu, Laras benar-benar
dendam untuk memenangkan perlombaan. Ia berkomitmen bahwa apaun yang terjadi ia
dan Nadia harus menang dan dapat membuktikan pada Bu Ida bahwa mereka bisa
melakukan apa yang kakak kelas mereka lakukan untuk mengibarkan bendera SMAN 1
Pati di perlombaan tingkat nasional.
Perlombaan dimulai pukul 09.00 pagi, dengan nomor urut 8 dari 10
peserta, Laras dan Nadia maju dengan tekad yang bulat dan semangat tinggi.
Hingga pada akhirnya mereka dapat memenuhi harapan Bu Ida untuk berpresentasi
dengan lancar dan dapat menjawab seluruh pertanyaan dari juri. Tidak
berhenti disitu saja, keajaiban Tuhan pun ditunjukan saat nama SMAN 1 Pati
diumumkan sebagai juara pertama lomba Karya Ilmiah Remaja tingkat Kabupaten.
Betapa gembira dan bangganya Laras saat maju kedepan untuk menerima piala
penghargaan dari juri. Saat itu juga terbayar sudah perjuangan Laras selama
ini, selain itu ada harapan lain menanti untuk melanjutkan prestasi ke tingkat
yang lebih tinggi yaitu tingkat provinsi. Namun di akhir ada sedikit perasaaan
kecewa di hati Laras, karena ternyata lomba hanya berakhir di tingkat kabupaten
dan tidak akan berlanjut ketingkat selanjutnya, hal ini karena Dinas Pendidikan
tidak mempunyai biaya untuk melaksanakannya. Walaupun begitu Laras tetap
memakluminya, dan percaya bahwa Tuhan akan menyiapkan rencana lebih indah
untuknya di masa yang akan datang.