KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan
Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya) adalah salah satu kerajaan maritim yang
kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah
kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera,
Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti
"bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti
"kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna
"kemenangan yang gilang-gemilang".
Kerjaan
Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya
Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan
Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebutnya
Zabaj dan Khmer menyebutnya Malayu. Kerjaan Sriwijaya diperkirakan berdiri pada
abad VII – XII Masehi
a.
Kondisi Geografis
Kerajaan
Sriwijaya terletak di tepi Sungai Musi, atau sekitar Bukit Siguntang dan Kota
Palembang, Sumatra Selatan. Sungai Musi merupakan Sungai terpanjang di Sumatra
Selatan. Sungai yang memiliki panjang 750 km ini membelah Kota Palembang
menjadi dua bagian, yaitu Seberang Hilir dan Sebrang Hulu.
Sungai
Musi dimanfaatkan untuk irigasi, perikanan, dan sebagai sarana Transportasi
utama bagai masyarakat Sriwijaya.
b.
Kondisi Politik dan Pemerintahan
Kerajaan
Sriwijaya mulai berkembang pada abad ke -7, pada abad ini, Sriwijaya melakukan
perluasan wilayah. Yaitu pada masa pemerintahan Dapunta Hyang Sri Jayanasa (
671 – 702 ). Perluasan wilayah kekuasaan sampai Jambi, dengan menaklukan daerah
Manangatamwan, yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Melayu.
Pada
tahun 686, Sriwijaya berusaha menguasai bagian Selatan Sumatra, Pulau Bangka,
dan Belitung, Jambi serta Lampung.
Pada
masa Pemerintahan Balaputradewa ( 856 – 861 ), Sriwijaya mencapai puncak
kejayaannya. Kerajaaan Sriwijaya menjadiKerajaan Maritim terbesar, di Asia
Tenggara. Sriwijaya berhasil menguasai jalur – jalur pedagangan laut, yang
menghubungkan wilayah Timur Tengah – India- Cina. Selain itu menjadi pusat
perdagangan dan pengajaran agama budha di Asia Tenggara.
Kemunduran
Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh, faktor – factor berikut :
a.
Terjadi perubahan keadaan Alam
disekitar Palembang.
b.
Letak Palembang yang semakin jauh dari
laut, sehingga daerah kurang strategis sebagai pusat perdagangan.
c.
Banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang
melepaskan diri, disebabkan karena melemahnya angkatan laut Sriwijaya, sehingga
pengawasan semakin sulit
d.
Adanya serangan militer atas Sriwijaya
c.
Keadaan Ekonomi
Kerajaan
Sriwijaya berkembang sebagai kerajaan Maritim dimana Kerajaan yang mengandalkan
perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil-hasil laut. Letak Sriwijaya
yang strategis yaitu ditepi sungai Musi dekat pantai, dan terletak
dipersimpangan jalan peradagangan internasional antara India dan Cina
memungkinkan perdagangan menjadi cepat berkembang.
Selain
itu Sriwijaya juga melakukan kegiatan ekspor,seperti mengirmkan berbagai macam
hasil alam dari Sriwijaya ke Arab, Cina, dll. Hal ini membuat Kerajaan
Sriwijaya menjadi maju dan besar.
Faktor
– faktor yang mendorong Sriwijaya berkembang sebagai kerajaan Maritim terbesar
:
1.
Memiliki letak strategis di jalur
perdagangan internasional
2.
Kemajuan pelayaran dan perdagangan
antara Cina dan India melali Asia Tenggara
3.
Keruntuhan kerajaan Funan di Indo-Cina
4.
Kemampuan angkatan laut Sriwijaya yang
tangguh.
d.
Keadaan Agama
Agama
Budha yang berkembang di Sriwijaya adalah aliran Mahayana.
Pada
masa itu, terdapat tujuh cendekiawan agama Budha, yaitu salah salah satunya
adalah Sakyakirti, Wajraboddhi, dan Dharmakirti.
e.
Kondisi Sosial Budaya
Sriwijaya
mempunyai masyarakat yang kompleks, kehidupannya sangat dipengaruhi alam pikir
ajaran Budha Mahayana. Hubungan antara Raja dan rakyatnya berlangsung
harmonis.Bahasa yang digunakan saat itu adalah Melayu.
f.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
1.
Prasasti
Ligor
Prasasti Ligor
merupakan prasasti yang terdapat di Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat,
selatan Thailand). Prasasti ini merupakan pahatan ditulis pada dua sisi, bagian
pertama disebut prasasti Ligor A atau dikenal juga dengan nama manuskrip Viang
Sa sedangkan di bagian lainnya disebut dengan prasasti Ligor B.
2. Prasasti Palas Pasemah
Prasasti Palas
Pasemah, prasasti pada batu, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai)
Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuna sebanyak
13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk aksaranya
diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai
kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.
3. Prasasti Leiden
Prasasti Leiden merupakan manuskrip yang ditulis pada lempengan tembaga berangka tahun 1005 yang terdiri dari bahasa Sanskerta dan bahasa Tamil. Prasasti ini dinamakan sesuai dengan tempat berada sekarang yaitu pada KITLV Leiden, Belanda.
Prasasti Leiden merupakan manuskrip yang ditulis pada lempengan tembaga berangka tahun 1005 yang terdiri dari bahasa Sanskerta dan bahasa Tamil. Prasasti ini dinamakan sesuai dengan tempat berada sekarang yaitu pada KITLV Leiden, Belanda.
Prasasti ini
memperlihatkan hubungan antara dinasti Sailendra dari Sriwijaya dengan dinasti
Chola dari Tamil, selatan India.
4. Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini
ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan menurut tempat
penemuannya yaitu sebuah dusun kecil yang bernama "Kotakapur".
Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa
Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu.
Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892.
Prasasti Kota Kapur
adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat oleh Dapunta
Hiyaŋ, seorang penguasa
dari Kadātuan Śrīwijaya.
5. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan
Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung
Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang,Sumatera Selatan, di tepi Sungai
Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil
berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu
Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia
Menyatakan bahwa
Dapunta Hyang mengada- kan perjalanan suci (sidhayarta) dengan perahu dan
membawa 2.000 orang. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil menaklukkan
beberapa daerah.
6. Prasasti Hujung Langit
Prasasti Hujung
Langit, yang dikenal juga dengan nama Prasasti Bawang, adalah sebuah prasasti
batu yang ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung, Indonesia. Aksara yang
digunakan di prasasti ini adalah Pallawa dengan bahasa Melayu Kuna. Tulisan
pada prasasti ini sudah sangat aus, namun masih teridentifikasi angka tahunnya
919 Saka atau 997 Masehi.
Isi prasasti
diperkirakan merupakan pemberian tanah sima.
7. Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu
1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3
Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935.
Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar
lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi
tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti. Pada tahun-tahun
sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama
dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum
Nasional, Jakarta.
Isinya tentang
kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan
tidak taat kepada perintah dātu. Casparis berpendapat bahwa
orang-orang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang
berkategori berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya
sehingga perlu disumpah.
8. Prasasti Karang Birahi
Prasasti Karang Brahi
adalah sebuah prasasti dari zaman kerajaan Sriwijaya yang ditemukan pada tahun
1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout di tepian Batang Merangin. Prasasti ini
terletak pada Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang,
Kabupaten Merangin, Jambi.
Isinya tentang kutukan
bagi orang yang tidak tunduk atau setia kepada raja dan orang-orang yang
berbuat jahat. Kutukan pada isi prasasti ini mirip dengan yang terdapat pada
Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu.
9.
Prasasti
Nalada
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari
Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan
Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa
meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di
samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan
membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya
yang belajar di Nalanda.
10. Arca Maitreya
11. Candi Muaratakus
12. Candi Sewu
Kerajaan sriwijaya sedari awal memang sudah berada dipalembang jauh sebelum peristiwa sidhayatra jaya sriwijaya 683M, sebagaimana dalam prasasti kedukan bukit itu.
BalasHapusfakta sejarah yang berdasarkan keterangan itsing tahun 671 itsing sudah berada di kerajaan sriwijaya dengan sebutan she-le-foshih. dengan ibukota foshih yang terletak di sungai fishih.
setelah 6 bulan tinggal di kota foshih, itsing melanjutkan pelayaranya ke melayu
setelah 15hari berlayar dari shelifoshih itsing tiba di kerajaan melayu.tahun 683 sriwijaya melakukan perluwasan wilayah dibawah pimpinan raja sriwijaya dapuntahyang sri jaya nasa sriwijaya menaklukan minangatamwan. dalam prasasti kedukan bukit yang nanti akan kita bahas panjang lebar tahun 683 minangatamwan takluk oleh sriwijaya. tahun 683M itu bukanlah pendirian sriwijaya sebab 670M sriwijaya sudah berdiri. dan bukan pula 683 itu pemindahan ibukota dari minangatamwan ke sriwijaya sebab tahun 670 ibu kota sriwijaya sudah berada di foshih/ kota jaya/ kota wijaya atau kota mushi. sungai fosih itu jelas sungai mushi.pendapat yang mengatakan thn683 M adalah pendirian kerajaan sriwijaya atau pemindahan ibukota sriwijaya jelas hal itu sangat bertentangan dengan fakta sejarah yang ada bersumber dari keterangan itsing tsb.
kalau saya pribadi saya setuju dengan pendapat jg codes dan slamet mulyana yang mengatakan sriwijaya selamanya berada di palembang. tahun 683 itu adalah penaklukan sriwijaya atas negri minangatamwan.memang sejak itu minangatamwan takpernah terdengar lagi hilang lenyab bak di telan bumi. tapi sriwijaya semakin malang melintang dan bersinar dalam sejarah.
asal usul dapuntahyang srijaya nasa raja sriwijaya yang menaklukan minangatamwan berdasarkan prasasti yang memuat silsilah leluhur beliau belum temukan. tapi berdasarkan bahasa yang di pakai dapuntahyang sri jaya nasa dalam membuat prasasti baik yang ada di sumatra dan jawa dapatlah disimpulkan darimana asal usul dapuntahyang sri jaya nada ini.dari bahasa prasasti sriwijaya itu menggunakan bahasa sanskerta india bahasa melayu palembang dan bahasa sunda. dari situ dapat disimpulkan dapuntahyang berasal dari keturunan india bercampur melayu palembang dan sunda. paling tidak agama dapunta berasal dari agama india / budah pada saat pembuatan prasasti. tapi dapunta bukanlah orang india asli yang datang dari infia langsung, sebab dapunta hyang juga memakai bahasa melayu palembang dan sedikit bahasa sunda.tentang kosakata melayu palembang /bahasa palembang lama dalam prasasti sriwijaya nanti akan kita bahas pula panjang lebar.
O begitu ya, terima kasih atas tambahan materinya
Hapusbtw, yang saya post itu saya kumpulkan dari buku dan guru saya yang ajarkan di sekolah :)
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus